Ada anak tetangga yang meninggal katanya karena lupus. Semua orang awam, termasuk saya aneh bin ajaib apa itu lupus. Yang saya tahu lupus itu adalah film zaman dulu. Tapi ternyata Lupus itu memang nama sebuah penyakit..Hehehe.. Mari kita cari tahu apa itu lupus.
Pengertian Lupus
Lupus adalah penyakit inflamasi kronis yang disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang keliru sehingga mulai menyerang jaringan dan organ tubuh sendiri. Inflamasi akibat lupus dapat menyerang berbagai bagian tubuh, misalnya:
Pengertian Lupus
Lupus adalah penyakit inflamasi kronis yang disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang keliru sehingga mulai menyerang jaringan dan organ tubuh sendiri. Inflamasi akibat lupus dapat menyerang berbagai bagian tubuh, misalnya:
- Kulit
- Sendi
- Sel darah
- Paru-paru
- Jantung
Gejalanya kerap mirip dengan penyakit lain sehingga sulit untuk didiagnosis. Gejala lupus
sangat beragam. Ada yang ringan dan ada yang bahkan mengancam jiwa.
Penyakit ini memang tidak menular, tapi bisa berbahaya dan bahkan
berpotensi mematikan. Gejala umumnya adalah ruam kulit, kelelahan, sakit dan pembengkakan pada sendi.
Lupus - Penyakit Autoimun
Penyakit autoimun
adalah istilah yang digunakan saat sistem imunitas atau kekebalan tubuh
seseorang menyerang tubuhnya sendiri. Penyebab kondisi autoimun pada
lupus belum diketahui. Sistem kekebalan tubuh penderita lupus akan
menyerang sel, jaringan, dan organ yang sehat.
Ada juga yang menganggap pemicu dan penyebab munculnya penyakit lupus pada beberapa orang adalah karena pengaruh faktor genetika dan lingkungan.
Penderita Lupus di Indonesia
Penderita lupus di dunia dipercaya mencapai lima juta jiwa. Penyakit
ini kebanyakan menyerang wanita pada usia 15-50 tahun (usia masa
produktif). Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa lupus juga dapat
menyerang anak-anak dan pria.
Menurut data dari Yayasan Lupus
Indonesia (YLI), jumlah penderita lupus di Indonesia pada tahun 2012
mencapai 12.700 jiwa. Jumlah ini kemudian meningkat menjadi 13.300 jiwa
pada tahun 2013.
Apa Sajakah Tipe-tipe Lupus?
Penyakit lupus terbagi dalam beberapa tipe, antara lain:
- Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus/SLE).
- Lupus eritematosus diskoid (discoid lupus erythematosus/DLE).
- Lupus akibat penggunaan obat.
Jenis lupus yang menjadi pembahasan utama dalam artikel ini adalah lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus/SLE).
Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus/SLE)
Jenis
lupus inilah yang paling sering dirujuk masyarakat umum sebagai
penyakit lupus. SLE dapat menyerang jaringan serta organ tubuh mana saja
dengan tingkat gejala yang ringan sampai parah. Gejala SLE juga dapat
datang dengan tiba-tiba atau berkembang secara perlahan-lahan dan dapat
bertahan lama atau bersifat lebih sementara sebelum akhirnya kambuh
lagi.
Banyak yang hanya merasakan beberapa gejala ringan untuk
waktu lama atau bahkan tidak sama sekali sebelum tiba-tiba mengalami
serangan yang parah. Gejala-gejala ringan SLE, terutama rasa nyeri dan
lelah berkepanjangan, dapat menghambat rutinitas kehidupan. Karena itu
para penderita SLE bisa merasa tertekan, depresi, dan cemas meski hanya mengalami gejala ringan.
Lupus eritematosus diskoid (discoid lupus erythematosus/DLE)
Jenis lupus yang hanya menyerang kulit disebut lupus eritematosus diskoid (discoid lupus erythematosus/DLE). Meski umumnya berdampak pada kulit saja, jenis lupus ini juga dapat menyerang jaringan serta organ tubuh yang lain.
DLE biasanya dapat dikendalikan dengan menghindari paparan sinar matahari langsung dan obat-obatan. Gejala DLE di antaranya:
- Rambut rontok.
- Pitak permanen.
- Ruam merah dan bulat seperti sisik pada kulit yang terkadang akan menebal dan menjadi bekas luka.
Lupus akibat penggunaan obat
Efek
samping obat pasti berbeda-beda pada tiap orang. Terdapat lebih dari
100 jenis obat yang dapat menyebabkan efek samping yang mirip dengan
gejala lupus pada orang-orang tertentu.
Gejala lupus akibat obat
umumnya akan hilang jika Anda berhenti mengonsumsi obat tersebut
sehingga Anda tidak perlu menjalani pengobatan khusus. Tetapi jangan
lupa untuk selalu berkonsultasi kepada dokter sebelum Anda memutuskan
untuk berhenti mengonsumsi obat dengan resep dokter.
Cara Mengobati Lupus
SLE tidak bisa disembuhkan. Tujuan pengobatannya adalah untuk
mengurangi tingkat gejala serta mencegah kerusakan organ pada penderita
SLE.
Beberapa puluh tahun yang lalu, SLE dipandang sebagai
penyakit terminal yang berujung kepada kematian. Ketakutan ini
disebabkan oleh banyaknya penderita pada saat itu yang meninggal dunia
akibat komplikasi dalam kurun waktu 10 tahun setelah didiagnosis
mengidap SLE.
Tetapi kondisi pada zaman sekarang sudah jauh lebih baik. Berkat pengobatan SLE
yang terus berkembang, hampir semua penderita SLE saat ini dapat hidup
normal atau setidaknya mendekati tahap normal. Bantuan dan dukungan dari
keluarga, teman, serta staf medis juga berperan penting dalam membantu
para penderita SLE dalam menghadapi penyakit mereka.
Komplikasi Serius pada Penderita Penyakit Lupus
Lupus kerap dijuluki sebagai penyakit seribu wajah karena kelihaiannya dalam meniru gejala penyakit lain. Kesulitan diagnosis biasanya dapat menyebabkan langkah penanganan yang kurang tepat.
Sekitar sepertiga penderita SLE memiliki kondisi autoimun lain, misalnya penyakit tiroid dan sindrom Sjogren. Kondisi ini dapat berujung pada munculnya komplikasi, termasuk gangguan pada masa kehamilan.
Jika tidak segera ditangani, SLE juga dapat mengakibatkan berbagai komplikasi
serius termasuk pada penderitanya yang sedang hamil. Selain itu proses
pengobatan yang dijalani juga dapat menyebabkan penderita rentan
terhadap infeksi serius.
Gejala Lupus
Gejala lupus eritematosus sistemik (Systemic Lupus Erythematosus/SLE)
sangat beragam. Banyak penderita SLE yang hanya merasakan beberapa
gejala ringan untuk waktu lama lalu tiba-tiba mengalami serangan yang
parah.
Gejala Utama SLE
Meski gejala SLE bervariasi, ada tiga gejala utama yang umumnya selalu muncul, antara lain:
Rasa lelah yang ekstrem
Inilah
gejala paling umum pada SLE yang sering dikeluhkan para penderita. Rasa
lelah yang ekstrem sangat mengganggu dan menghambat aktivitas. Banyak
penderita yang menyatakan bahwa gejala ini merupakan dampak negatif
terbesar dari SLE dalam kehidupan mereka.
Melakukan
rutinitas sehari-hari yang sederhana, misalnya tugas rumah tangga atau
rutinitas kantor, dapat membuat penderita SLE sangat lelah. Rasa lelah
yang ekstrem tetap muncul bahkan setelah penderita cukup beristirahat.
Ruam pada kulit
Yang menjadi ciri khas SLE adalah ruam yang menyebar pada batang hidung dan kedua pipi. Gejala ini dikenal dengan istilah ruam kupu-kupu (butterfly rash) karena bentuknya yang mirip sayap kupu-kupu.
Bagian
tubuh lain yang mungkin ditumbuhi ruam adalah tangan dan pergelangan
tangan. Ruam pada kulit akibat SLE dapat membekas secara permanen dan
bertambah parah jika terpapar sinar matahari akibat reaksi
fotosensitivitas.
Nyeri pada persendian
Gejala
utama lain dari SLE adalah rasa nyeri. Gejala ini umumnya muncul pada
persendian tangan dan kaki penderita. Rasa nyeri juga mungkin dapat
berpindah dengan cepat dari sendi satu ke sendi lain.
Tetapi
SLE umumnya tidak menyebabkan kerusakan atau cacat permanen pada
persendian. Itulah yang membedakan SLE dengan penyakit lain yang juga
menyerang persendian.
Gejala-gejala Lain yang Mungkin Menyertai
Tiap penderita SLE merasakan gejala yang berbeda-beda. Ada yang mengalami gejala ringan dan ada yang berat.
Ada
beragam gejala lain yang dapat muncul selain yang utama. Tetapi tidak
semua gejala tersebut akan dialami penderita. Banyak penderita yang
hanya mengalami gejala utama.
Berikut adalah gejala-gejala lain yang kemungkinan dialami penderita SLE:
- Sariawan yang terus muncul.
- Demam tinggi (38ºC atau lebih).
- Tekanan darah tinggi.
- Pembengkakan kelenjar getah bening.
- Sakit kepala.
- Rambut rontok.
- Mata kering.
- Sakit dada.
- Hilang ingatan.
- Napas pendek akibat inflamasi paru-paru, dampak ke jantung, atau anemia.
- Tubuh menyimpan cairan berlebihan sehingga terjadi gejala seperti pembengkakan pada pergelangan kaki
- Jari-jari tangan dan kaki yang memutih atau membiru jika terpapar hawa dingin atau karena stres (fenomena Raynaud).
Penyebab Lupus
Sistem kekebalan tubuh berfungsi untuk melindungi tubuh dari sumber infeksi (misalnya, bakteri, atau virus) yang masuk. Itulah tujuan tubuh memproduksi antibodi. Tetapi sistem kekebalan tubuh penderita lupus eritematosus sistemik (SLE) akan berbalik menyerang sel, jaringan, dan organ tubuh yang sehat. Inilah yang disebut dengan kondisi autoimun.Penyebab kondisi ini pada penyakit lupus belum diketahui. Menurut sebagian besar pakar, SLE disebabkan oleh kombinasi dari beberapa penyebab.Para pakar menduga bahwa ada beberapa faktor genetika yang dapat mempertinggi risiko seseorang terkena lupus. Faktor-faktor lingkungan juga punya andil dalam memicu penyebab penyakit ini.
Sistem kekebalan tubuh berfungsi untuk melindungi tubuh dari sumber infeksi (misalnya, bakteri, atau virus) yang masuk. Itulah tujuan tubuh memproduksi antibodi. Tetapi sistem kekebalan tubuh penderita lupus eritematosus sistemik (SLE) akan berbalik menyerang sel, jaringan, dan organ tubuh yang sehat. Inilah yang disebut dengan kondisi autoimun.Penyebab kondisi ini pada penyakit lupus belum diketahui. Menurut sebagian besar pakar, SLE disebabkan oleh kombinasi dari beberapa penyebab.Para pakar menduga bahwa ada beberapa faktor genetika yang dapat mempertinggi risiko seseorang terkena lupus. Faktor-faktor lingkungan juga punya andil dalam memicu penyebab penyakit ini.
-
Pengaruh Genetika
Faktor ini dipercaya sebagai salah satu penyebab SLE karena ada penelitian yang membuktikan bahwa jika salah satu anak kembar identik menderita SLE, saudaranya juga memiliki risiko setinggi 25% untuk terkena penyakit yang sama. Bukti lainnya adalah tingkat perkembangan SLE dengan variasi yang signifikan dalam tiap grup etnis.Mutasi genetika kemungkinan berperan besar sebagai penyebab SLE. Menurut para peneliti, ada beberapa mutasi genetika yang kemungkinan menjadi pemicu meningkatnya risiko SLE. Saat terjadi kekacauan pada perintah normal dari gen tertentu, mutasi genetika akan muncul. Hal ini akan menyebabkan keabnormalan dalam kinerja tubuh.
Gen-gen termutasi umumnya berhubungan dengan fungsi tertentu dari sistem kekebalan tubuh. Mungkin inilah yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh penderita SLE mengalami kerusakan.
Alasan di balik jumlah penderita lupus wanita yang lebih banyak daripada pria kemungkinan karena sebagian gen termutasi mengandung kromosom X. Kromosom adalah struktur dalam inti sel yang mengandung informasi genetika. Pria memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y, sedangkan wanita memiliki sepasang kromosom X.
Risiko orang-orang yang rentan menderita SLE bisa saja meningkat jika dipicu oleh beberapa faktor lingkungan. Meski belum terbukti secara luas, faktor-faktor tersebut meliputi:
- Perubahan hormon yang terjadi pada wanita, misalnya pada saat pubertas atau hamil.
- Paparan terhadap sinar matahari.
- Obat-obatan yang dapat memicu lupus-akibat-obat. Jenis lupus ini biasanya akan hilang saat konsumsi obat yang menjadi penyebabnya dihentikan.
Selain faktor-faktor di atas, virus Epstein-Barr (EBV) juga dianggap
berkaitan dengan SLE. Tetapi yang menjadi masalah adalah infeksi virus
ini jarang menunjukkan gejala. Jika ada pun, gejalanya berupa penyakit
demam kelenjar.
Diagnosis Lupus
Gejala lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus/SLE) kerap
mirip dengan penyakit lain yang sangat umum sehingga sulit untuk
didiagnosis. Selain itu, gejala yang dialami tiap penderita juga berbeda
dan terkadang tidak konsisten. Ada penderita yang mungkin hanya
merasakan gejala ringan untuk beberapa waktu atau tiba-tiba bertambah
parah pada saat-saat tertentu.
Jenis-jenis Tes Darah yang Dapat Digunakan
Ada beberapa jenis tes darah yang biasanya dianjurkan jika dokter
mencurigai Anda menderita SLE. Kombinasi dari hasil tes-tes tersebutlah
yang dapat membantu mengonfirmasi diagnosis SLE.
Tes antibodi anti-nuklir (anti-nuclear antibody/ANA)
Tes
ini digunakan untuk memeriksa keberadaan sel antibodi tertentu dalam
darah, yaitu antibodi anti-nuklir. Jenis antibodi ini merupakan ciri
utama SLE. Sekitar 95% penderita SLE memiliki antibodi ini.
Tetapi
hasil yang positif tidak selalu berarti Anda mengidap SLE, jadi tes
antibodi anti-nuklir tidak bisa dijadikan patokan untuk penyakit ini.
Tes lain juga dibutuhkan untuk memastikan diagnosis.
Tes antibodi anti-DNA
Tes
lain yang digunakan untuk memeriksa keberadaan antibodi tertentu dalam
darah adalah tes anti-DNA. Adanya antibodi anti-DNA dalam darah akan
meningkatkan risiko Anda terkena SLE.
Jumlah antibodi anti-DNA
akan meningkat saat SLE bertambah aktif. Karena itu, hasil tes Anda akan
meningkat drastis saat Anda mengalami serangan yang parah.
Tetapi orang-orang yang tidak menderita SLE juga dapat memiliki antibodi ini.
Tes komplemen C3 dan C4
Dokter
mungkin akan menganjurkan pemeriksaan tingkat komplemen dalam darah
untuk mengecek keaktifan SLE. Komplemen adalah senyawa dalam darah yang
membentuk sebagian sistem kekebalan tubuh. Level komplemen dalam darah
akan menurun seiring aktifnya SLE Anda.
Pemeriksaan Lanjut yang Dianjurkan Setelah Diagnosis SLE Positif
Penderita SLE memiliki risiko untuk terkena penyakit lain, misalnya
gangguan ginjal atau anemia. Karena itu, pemantauan rutin untuk melihat
dampak SLE pada tubuh orang yang positif mengidap SLE sangat dibutuhkan.
Proses
ini akan membantu dokter untuk memantau penyakit-penyakit lain yang
mungkin muncul sehingga dapat segera ditangani. Pemeriksaan lain yang
mungkin Anda butuhkan untuk mengecek dampak SLE pada organ dalam adalah
rontgen, USG, dan CT scan.
Pengobatan Lupus
Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus/SLE)
tidak bisa disembuhkan. Tujuan pengobatan yang tersedia adalah untuk
mengurangi tingkat gejala, mencegah kerusakan organ dalam, serta
meminimalkan dampaknya pada kehidupan penderita SLE.
Menghindari Paparan Sinar Matahari
Melindungi kulit dari sinar matahari sangatlah penting bagi penderita
SLE. Ruam pada kulit yang dialami penderita SLE dapat bertambah parah
jika terpapar sinar matahari. Langkah yang dapat dilakukan adalah:
- Mengenakan pakaian yang menutupi seluruh bagian kulit.
- Memakai topi dan kacamata hitam.
- Mengoleskan tabir surya berdosis tinggi agar kulit tidak terbakar matahari.
Meski demikian, tidak semua penderita lupus sensitif terhadap sinar
matahari. Ada juga yang tidak perlu menerapkan langkah-langkah di atas.Pengobatan
khusus mungkin tidak dibutuhkan oleh penderita SLE dengan gejala
ringan, tetapi mereka umumnya tetap memerlukan obat-obatan untuk
menangani gejalanya. Berikut adalah obat-obatan yang mungkin dibutuhkan
oleh penderita SLE.
Obat anti inflamasi nonsteroid
Nyeri sendi
atau otot merupakan salah satu gejala utama SLE. Dokter mungkin akan
memberi obat anti inflamasi nonsteroid untuk mengurangi gejala ini.
Obat
anti inflamasi nonsteroid adalah pereda sakit yang dapat mengurangi
inflamasi yang terjadi pada tubuh. Jenis obat yang umumnya diberikan
dokter pada penderita SLE meliputi ibuprofen, naproxen, diclofenac, dan piroxicam.
Jenis
obat ini (terutama, ibuprofen) sudah dijual bebas dan dapat mengobati
nyeri sendi atau otot yang ringan. Tetapi Anda membutuhkan obat dengan
resep dokter jika mengalami nyeri sendi atau otot yang lebih parah.
Penderita
SLE juga sebaiknya waspada karena obat ini tidak cocok jika mereka
sedang atau pernah mengalami gangguan lambung, ginjal, atau hati. Obat
ini juga mungkin tidak cocok untuk penderita asma.
Selain
itu, anak-anak di bawah 16 tahun sebaiknya tidak meminum aspirin.
Konsultasikanlah kepada dokter untuk menemukan obat anti inflamasi
nonsteroid yang cocok untuk Anda.
Konsumsi obat anti inflamasi
nonsteroid dosis tinggi atau jangka panjang dapat mengakibatkan
pendarahan dalam karena rusaknya dinding lambung. Karena itu, dokter
akan memantau kondisi penderita SLE yang harus mengkonsumsinya untuk
jangka panjang dengan cermat. Jika komplikasi ini memang terjadi, dokter
akan menganjurkan pilihan lain.
Kortikosteroid
Kortikosteroid
dapat mengurangi inflamasi dengan cepat dan efektif. Obat ini biasanya
diberikan oleh dokter jika penderita SLE mengalami gejala atau serangan
yang parah.
Untuk mengendalikan gejala serta serangan, tahap awal
pemberian obat ini mungkin akan berdosis tinggi. Lalu dosisnya
diturunkan secara bertahap seiring kondisi penderita yang membaik.
Kortikosteroid
selalu diberikan dengan dosis terendah yang efektif. Dosis tinggi serta
konsumsi jangka panjang obat ini dapat menyebabkan efek samping yang
meliputi penipisan tulang, penipisan kulit, bertambahnya berat badan,
dan peningkatan tekanan darah tinggi.
Cara
meminimalisasi efek samping steroid adalah dengan menyesuaikan dosis
steroid dengan aktivitas penyakit sambil mengendalikannya secara
efektif. Selama Anda mengikuti resep dan diawasi oleh dokter,
kortikosteroid termasuk obat yang aman untuk digunakan
Hydroxychloroquine
Selain pernah digunakan untuk menangani malaria, obat ini juga efektif untuk mengobati beberapa gejala utama SLE. Di antaranya:
- Nyeri sendi dan otot
- Kelelahan
- Ruam pada kulit
Dokter spesialis umumnya menganjurkan konsumsi obat ini untuk jangka panjang bagi penderita SLE. Tujuannya adalah untuk:
- Mencegah serangan yang parah.
- Mengendalikan gejala.
- Mencegah perkembangan komplikasi yang lebih serius.
Keefektifan hydroxychloroquine biasa akan dirasakan penderita SLE setelah mengonsumsinya selama 1,5-3 bulan.Tetapi semua obat tetap memiliki efek samping, termasuk hydroxychloroquine. Di antaranya adalah gangguan pencernaan, diare, sakit kepala, dan ruam pada kulit.
Obat
ini juga memiliki efek samping lain yang lebih serius, tetapi sangat
jarang terjadi. Contohnya, diperkirakan terdapat risiko 1:2000 di antara
penderita SLE yang mengonsumsi obat ini yang mungkin mengalami
kerusakan mata. Karena sangat jarang, pemeriksaan mata secara umum tidak
diharuskan untuk semua penderita lupus yang mengonsumsi obat ini.
Segera konsultasikanlah kepada dokter jika Anda mengalami gangguan penglihatan selama mengonsumsi hydroxychloroquine.
Obat imunosupresan
Cara
kerja obat ini adalah dengan menekan kinerja sistem kekebalan tubuh.
Ada beberapa jenis imunosupresan yang biasanya diberikan dengan resep
dokter, yaitu azathioprine, mycophenolate mofetil, dan cyclophosphamide.
Imunosupresan
akan meringankan gejala SLE dengan membatasi kerusakan pada
bagian-bagian tubuh yang sehat akibat serangan sistem kekebalan tubuh.
Obat ini juga terkadang diberikan bersamaan dengan kortikosteroid. Jika
dikombinasikan, keduanya dapat meringankan gejala SLE dengan lebih
efektif. Penggunaan imunosupresan juga kemungkinan dapat mengurangi
dosis kortikosteroid yang dibutuhkan penderita.
Imunosupresan termasuk obat yang sangat keras dan dapat menyebabkan efek samping sebagai berikut:
- Muntah.
- Kehilangan nafsu makan.
- Pembengkakan gusi.
- Diare.
- Kejang-kejang.
- Mudah lebam atau berdarah.
- Berjerawat.
- Sakit kepala.
- Bertambahnya berat badan.
- Pertumbuhan rambut berlebihan.
Karena itu, obat ini biasanya diberikan dengan resep dokter hanya untuk
penderita SLE yang mengalami gejala atau serangan yang parah. Segera
konsultasikan kepada dokter jika ada efek samping yang terasa lebih
mengganggu daripada manfaatnya. Dosis Anda mungkin perlu disesuaikan.Tiap jenis imunosupresan menyebabkan efek samping yang berbeda-beda. Misalnya, mycophenolate dan cyclophosphamide
dapat menyebabkan cacat lahir. Karena itu, penderita SLE wanita yang
menggunakan kedua jenis obat ini dan aktif secara seksual dianjurkan
untuk menggunakan alat kontrasepsi yang terjamin keampuhannya.
Bagi penderita SLE wanita yang berniat untuk punya anak, Anda dianjurkan untuk memilih obat lain (misalnya azathioprine). Anda juga dianjurkan untuk mengonsultasikannya terlebih dulu kepada dokter spesialis.
Kehamilan
sebaiknya direncanakan pada saat gejala SLE Anda berkurang (masa
remisi). Pemantauan saksama dari dokter spesialis serta dokter kandungan
selama masa kehamilan berlangsung juga sangat penting.
Risiko
terjadinya infeksi akan meningkat seiring dengan kinerja sistem
kekebalan tubuh yang ditekan. Segera hubungi dokter jika Anda mengalami
gejala infeksi karena Anda mungkin membutuhkan penanganan secepatnya
untuk mencegah komplikasi yang serius.
Gejala infeksi terkadang mirip dengan serangan lupus dan meliputi:
- Serangan batuk yang disertai dahak atau napas terengah-engah.
- Demam tinggi (38ºC atau lebih).
- Sensasi terbakar yang terasa saat buang air kecil.
- Kencing darah (hematuria).
Hindarilah kontak dengan orang yang sedang mengalami infeksi seringan
apa pun atau walau Anda sudah memiliki kekebalan tubuh terhadap infeksi
tersebut, misalnya cacar air
atau campak. Penularan tetap mungkin terjadi karena kinerja sistem
kekebalan tubuh Anda sedang menurun karena ditekan oleh obat
imunosupresan.Imunosupresan juga dapat menyebabkan kerusakan
pada hati. Karena itu, Anda membutuhkan pemeriksaan kesehatan dan tes
darah secara rutin selama menggunakan imunosupresan.
Rituximab
Jika obat-obat lain tidak mempan bagi penderita SLE, dokter akan menganjurkan rituximab. Obat ini termasuk jenis baru dan awalnya dikembangkan untuk menangani kanker darah tertentu, misalnya limfoma. Tetapi rituximab terbukti efektif untuk menangani penyakit autoimun, seperti SLE dan artritis reumatoid.
Cara kerja rituximab
adalah dengan mengincar dan membunuh sel B. Ini adalah sel yang
memproduksi antibodi yang menjadi pemicu gejala SLE. Obat ini akan
dimasukkan melalui infus yang akan berlangsung selama beberapa jam.
Selama proses pengobatan ini berlangsung, kondisi Anda akan dipantau
dengan cermat.
Efek samping yang umum dari rituximab meliputi pusing, muntah, dan gejala yang mirip flu (misalnya
menggigil dan demam tinggi selama pengobatan berlangsung). Efek samping
lain yang mungkin terjadi (meski sangat jarang) adalah reaksi alergi. Reaksi ini umumnya muncul selama pengobatan berlangsung atau tidak lama setelahnya.
Komplikasi Lupus
Gejala SLE yang ringan atau terkendali dengan baik biasa tidak
terlalu menghambat rutinitas sehari-hari penderitanya. Risiko komplikasi
juga mungkin akan menurun.
Seiring bertambahnya usia, gejala SLE
mungkin akan banyak berkurang. Penderita SLE yang berusia di atas 50
tahun umumnya mengalami hal ini. Di antara penderita SLE wanita juga ada
sebagian yang mengaku kondisinya membaik setelah mengalami masa menopause.
Tetapi Anda harus tetap waspada jika menderita SLE. Risiko munculnya kondisi serius dan komplikasi yang mematikan tetap ada.
SLE dan Komplikasi Penyakit Kardiovaskular
Penyakit kardiovaskular adalah istilah umum untuk semua jenis penyakit yang menyerang jantung dan pembuluh darah, seperti stroke, serangan jantung dan tekanan darah tinggi.
Selain itu, beberapa penderita SLE juga bisa mengalami radang pada
kantung yang membungkus jantung (perikarditis) atau pada otot-otot
jantung (miokarditis).SLE dapat menyebabkan inflamasi pada
jantung dan pembuluh darah. Karena itu, penderita SLE diperkirakan
memiliki risiko 6-8 kali lebih tinggi untuk mengalami penyakit
kardiovaskular. Risiko ini dapat dikurangi melalui langkah-langkah
berikut:
- Berolahraga secara teratur. Setidaknya 2,5 jam dalam seminggu dengan jenis olahraga yang dapat membuat napas Anda sedikit terengah-engah.
- Menjaga berat badan yang ideal dan sehat.
- Menerapkan pola makan yang sehat dan seimbang. Misalnya makanan rendah lemak jenuh, rendah gula, rendah garam, banyak buah, dan sayuran setidaknya lima porsi dalam sehari.
- Berhenti merokok.
- Membatasi konsumsi minuman keras. Batas konsumsi per hari yang direkomendasikan adalah 2-2,5 kaleng bir untuk pria dan maksimal 2 kaleng bir untuk wanita. Sekaleng bir biasanya berkadar alkohol sebanyak 4,7%.
SLE dan Komplikasi Nefritis Lupus
Inflamasi yang terjadi pada ginjal untuk waktu yang lama akibat SLE
memiliki potensi untuk menyebabkan penyakit ginjal yang serius.
Komplikasi ini disebut nefritis lupus.Diperkirakan sekitar 50%
di antara penderita SLE yang mengidap nefritis lupus. Penyakit ini juga
cenderung berkembang pada tahap awal SLE (biasanya dalam lima tahun
pertama). Tes darah biasanya akan dianjurkan untuk memantau kondisi
ginjal Anda secara saksama. Beberapa gejala lupus nefritis meliputi:
- Rasa gatal
- Sakit dada
- Mual
- Muntah
- Sakit kepala
- Pusing
- Sering buang air kecil
- Kencing darah
- Pembengkakan pada kaki
Nefritis lupus sering tidak menunjukkan gejala, tetapi Anda sebaiknya
tetap waspada. Komplikasi ini sangat berbahaya karena dapat merusak
ginjal.Tekanan darah tinggi juga dapat disebabkan oleh
penyakit ini. Jika tidak ditangani, tekanan darah tinggi akan
mempertinggi risiko penyakit jantung yang serius (misalnya, serangan jantung atau angina).
Penanganan untuk lupus nefritis dapat dilakukan dengan imunosupresan, misalnya azathioprine, mycophenolate mofetil, atau cyclophosphamide.
Risiko Penyakit Autoimun yang Lainnya
Tingkat risiko penderita SLE yang dapat mengidap penyakit autoimun lain diperkirakan sekitar 30%. Di antaranya adalah penyakit tiroid, sindrom Sjogren, atau sindrom Hughes (sindrom antifosfolipid).Sindrom Sjogren pada penderita SLE
Sindrom
Sjogren dapat terjadi pada sekitar 12% penderita SLE. Penyakit ini
menyerang dan merusak kelenjar liur dan air mata. Gejala utama pada
kelainan sistem kekebalan tubuh ini adalah mata dan mulut yang kering.
Sindrom Hughes (sindrom antifosfolipid) pada penderita SLE
Sindrom
Hughes dapat mempertinggi risiko terjadinya penggumpalan darah pada
arteri dan vena. Penggumpalan darah pada arteri dapat menyebabkan stroke
dan serangan jantung. Sedangkan jika terjadi pada vena, penggumpalan
darah dapat mengakibatkan trombosis vena dalam (deep vein thrombosis/DVT). Penyakit ini juga berbahaya bagi ibu hamil karena dapat mempertinggi risiko komplikasi selama masa kehamilan.
Diagnosis untuk sindrom Hughes pada penderita SLE dapat dilakukan dengan memeriksa keberadaan:
- Komplikasi yang berhubungan dengan pembuluh darah dan/atau kehamilan.
- Antibodi antifosfolipid dalam darah.
SLE dan Kehamilan
SLE biasanya memang tidak memengaruhi kesuburan (fertilitas). Tetapi
penderita SLE wanita (terutama yang mengidap sindrom Hughes) sebaiknya
tetap waspada karena komplikasi umumnya terjadi pada masa kehamilan
mereka. Di antaranya adalah pre-eklampsia, kelahiran prematur, keguguran dan kelahiran mati.Dokter
biasanya akan menganjurkan obat-obatan untuk mengurangi kecenderungan
penggumpalan darah. Penanganan dengan aspirin dan suntikan heparin dapat meningkatkan keberhasilan kehamilan untuk pasien sindrom Hughes.
Risiko lain yang mungkin terjadi adalah serangan gejala lupus pada masa kehamilan, misalnya:
- Pembengkakan pada kaki dan tangan.
- Rambut rontok.
- Wajah memerah.
- Nyeri otot, tulang, dan sendi.
Obat-obatan yang kualitasnya terjamin tidak akan memengaruhi ibu serta
bayi. Tetapi ada beberapa jenis obat yang dinilai aman digunakan untuk
mengurangi risiko terjadinya serangan SLE pada masa kehamilan. Di
antaranya adalah hydroxychloroquine (obat anti-malaria), azathioprine (imunosupresan), dan prednisolone (kortikosteroid).Dokter
juga mungkin akan menyarankan Anda untuk menunda kehamilan agar
mengurangi risiko komplikasi pada masa kehamilan. Anda biasanya diminta
untuk menunggu selama enam bulan tanpa mengalami serangan SLE dan
memiliki tingkat fungsi ginjal yang normal atau mendekati normal sebelum
hamil.
Yah itulah penjelasan mengenai Lupus. Semoga kita terhindar dari penyakit tersebut. Amin.
Lupus Yang Merenggut Nyawa Anak SMP
Reviewed by Herlina Hendraningsih
on
11:39:00 PM
Rating:
No comments: